Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei

Pilihlah Calon Presiden Yang Tepat dan Handal Bukan Memboikot PEMILU

Imam Ali Khamenei pagi ini (4/6) pada peringatan haul Imam Khomeini (ra) dalam pidato yang disiarkan oleh televisi setempat menjelaskan akan terobosoan paling penting yang dapat diambil dari Imam Khomeini (ra) bahwa arti bentuk dan realisasi teori Republik Islam adalah pembentukan pemerintahan berdasarkan Islam dilandasi dengan demokrasi yang berasal dari pemahaman luas dan dalam tentang Islam.

Beliau menekankan, "Rahasia akan keberlangsungan Republik Islam dan sistem pemerintahan yang digagas oleh Imam Khomeini (ra) sampai saat ini -terlepas dari semua ramalan musuh tentang keruntuhan sistem ini- adalah adanya dua kata yang saling berkaitan; "Republik" dan "Islam". Artinya, kedaulatan adalah milik Islam dan rakyat secara bersama. Dan mulai sekarang, kombinasi kedua kata inilah yang akan menjamin kemajuan kelangsungan hidup.


Memilih Kandidat Yang Tepat
Dengan merujuk pada penekanan terus-menerus Imam Khomeini (ra) akan pentingnya partisipasi setiap individu masyarakat dalam Pemilu, Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran menyebut bahwa "memilih kandidat yang tepat" adalah solusi untuk segala macam permasalahan yang ada. Beliau menyatakan poin-poin penting bagi seorang presiden terpilih mendatang untuk menjalankan keadilan sosial, memerangi korupsi dan memperkuat produksi dalam negeri dengan menambahkan, "Setiap anggota masyarakat harus memiliki rasa berkewajiban untuk berpartisipasi dalam pemilu dan mendorong sesamanya untuk ikut melakukannya."


Imam Khomeini Selalu Dikenang

Dengan mengacu pada munculnya ingatan dan kenangan masyarakat pada Imam Khomeini (ra) pada hari-hari haulnya, Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran mengatakan, "Bangsa dan negara senantiasa membutuhkan beliau dan akan senantiasa menjaga ingatan dan bimbingan pribadi agung beliau, pemimpin yang tak tergantikan, yang memiliki wawasan yang sangat bijaksana, keinginannya tidak dapat terbendung dengan hati yang sangat kasih dan keimanan yang kuat"

Saat membahas masa-masa awal revolusi –dengan volume yang belum pernah terjadi sebelumnya akan prediksi yang terus-menerus didengungkan oleh para politisi global tentang kejatuhan Republik Islam dalam dua bulan, enam bulan atau maksimal satu tahun-, Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran menambahkan, "Ketegasan dan tekad Imam Khomeini (ra) serta berbagai kemenangan gemilang yang diraih rakyat Iran dalam berbagai perang dan isu-isu lainnya menjadi jawaban nyata sehingga dapat mengurangi keributan dan prediksi semacam ini. Namun semenjak Imam Khomeini (ra) wafat, musuh dan simpatisannya kembali berharap dan melontarkan prediksi-prediksi mereka akan keruntuhan Republik Islam.


Republik Islam Iran Tetap Berjaya
Menurut Imam Ali Khamenei, adanya pengumuman resmi yang disebarkan pada tahun 1990 oleh sebuah partai lama dan ambisius, juga adanya surat dari sekelompok anggota parlemen pada tahun-tahun berikutnya yang menyatakan bahwa masa Republik Islam akan segera berakhir dan pengumuman publik oleh beberapa pejabat Amerika bahwa Republik Islam tidak akan mencapai usia 40 tahun adalah contoh prediksi salah mereka terkait dengan runtuhnya Republik Islam. Beliau berkata, "Para individu dan kelompok ini -dalam prediksi mereka-, selain mengungkapkan keinginannya, tentunya mereka mengatakan hal itu dengan merujuk pada kekalahan dan kehancuran revolusi-revolusi yang pernah muncul di berbagai penjuru dunia.

Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran menambahkan, "Bahkan di dalam negeri, dua gerakan konstitusional dan gerakan nasional dalam beberapa tahun pernah mengalami kegagalan setelah pembentukannya yaitu dengan berkuasanya kediktatoran Reza Khan yang kemudian di kudeta oleh Mohammad Reza. Oleh karena itu, prediksi tentang kehancuran Republik Islam hanyalah satu prediksi yang bergantung pada isu-isu sejarah semacam ini!”

Dengan mengacu pada kegagalan total prediksi para musuh yang mana Republik Islam justru semakin kuat dan terus mengalami kemajuan yang pesat, Imam Khamenei menambahkan, "Rahasia mulia dan terhormat akan keabadian pemerintahan yang digagas oleh Imam Khomeini (ra) adalah kombinasi dari dua kata; "Republik dan Islam."


Republik Islam

Beliau menyebutkan bahwa penemuan teori "Republik Islam" adalah sebagai karya besar Imam Khomeini (ra) dan menambahkan, "Imam Khomeini (ra) memperkenalkan teori ini di bidang teori politik internasional yang kemudian merealisasi atau mewujudkannya dengan kekuatan dan dukungan rakyat yang juga tentunya dengan wawasan beliau yang luas."

Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran menganggap bahwa pengetahuan Imam Khomeini (ra) yang komprehensif dan penguasaan beliau akan ajara-ajaran Islam inilah yang mendasari beliau menciptakan dan merealisasikan teori Republik Islam. Ia kemudian berkata, "Imam Khomeini (ra) meyakini akan keharusan berdirinya pemerintahan Islam yang disokong penuh oleh masyarakat dengan berdalih pada ajaran Islam dan beliaupun sangat yakin akan hal itu."

Menghadapi sebagian pendapat yang memisahkan antara "Islam dan Rakyat", Imam Khamenei menambahkan, "Mereka yang menentang bentuk "Pemerintahan Islam" adalah dari golongan "Sekularis" dan percaya bahwa agama tidak memiliki prestise dalam membentuk sistem politik dan mengatur negara. Menurut mereka, agama hanya terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut pada individu dan ibadah-ibadah semata. Sekularis juga percaya bahwa agama pada dasarnya berbahaya dan candu bagi masyarakat.

Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran menambahkan, "Kelompok penentang pemerintahan Islam lainnya adalah orang-orang yang percaya pada agama, akan tetapi mengatakan bahwa Islam tidak boleh dinodai dengan politik. Orang-orang semacam ini sebenarnya adalah "sekularis agama" dan tidak percaya pada campur tangan dan aturan agama dalam kehidupan social dan politik.

Imam Khamenei juga membagi oposisi terhadap "rakyat dalam Republik Islam" kedalam dua kelompok dan berkata, "Sebagian dari penentang ini adalah berasal dari "liberal sekuler" yang mengatakan bahwa demokrasi hanya dapat dibentuk oleh kaum liberal dan teknokrat dan masalah ini tidak ada hubungannya dengan agama.

Adapun terkait kelompok kedua, beliau menunjukkan bahwa penentang demokrasi religius justru berasal dari orang yang percaya pada agama, tetapi mengatakan bahwa rakyat tidak ada hubungannya dengan aturan agama. Menurut mereka, agama harus membentuk pemerintahan tanpa ketergantungan rakyat, suatu bentuk ekstremisme yang telah muncul di beberapa tahun terakhir khususnya dalam berdirinya ISIS.


Demokrasi Agama
Menurut Imam Khamenei, Pemerintahan Islam yang bergantung pada rakyat adalah pandangan yang sangat bijaksana dan bukan sebuah teori emosional. Terkait hal ini, beliau mengatakan, "Demokrasi agama muncul dari sanad Islam, sehingga siapapun yang menyangkal nya maka sebenarnya ia tidak mempelajari dan merenungkan al-Qur'an!"

Mengutip dari beberapa ayat al-Qur'an yang menjelaskan akan perlunya umat untuk menaati Nabi Muhammad saw, beliau menambahkan, "Ratusan ayat-ayat al-Qur'an menjelaskan alasan mengapa umat harus taat kepada Nabi saw; termasuk diantaranya adalah ayat-ayat jihad, menegakkan keadilan, penerapan hukum dan sanksi-sanksi, transaksi sosial ekonomi, perjanjian internasional dan puluhan bidang lainnya yang serupa dengan bidang-bidang tersebut, yang mana kombinasi dari seluruh bidang-bidang ini berarti sama saja dengan "pembentukan pemerintahan".

Mengutip dari banyak hadits dan Sunnah Nabi saw tentang pembentukan pemerintahan, Pemimpin Tertinggi Iran mengatakan, "Setelah wafatnya Nabi saw -terlepas dari kontroversi tentang pengganti beliau-, maka tidak ada seorang muslimpun yang ragu bahwa pemerintahan harus terus berlanjut sesuai dengan agama dan hukum al-Qur’an.”

Meringkas bagian dari pidatonya, Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran menekankan, "Menurut beberapa ayat al-Qur'an, hadits dan sunnah Nabi, apabila seseorang percaya pada Islam, maka ia juga harus percaya pada aturan Islam".

Setelah menjelaskan masalah kedaulatan Islam, Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran membahas masalah "republik dan demokrasi" dan menekankan bahwa validitas suara rakyat adalah masalah yang sangat penting, dengan mengatakan "Masalah ini dapat dilihat dari dua perspektif: 1- Dari perspektif agama dan doktrinal dan dalam kerangka hak dan tanggung jawab 2- dari sudut pandang bahwa realisasi praktis "pemerintahan Islam" tidak mungkin tanpa rakyat.

Mengenai suara rakyat dari sudut pandang agama dan akidah, beliau menambahkan, "Dalam beberapa ayat dan hadits disebutkan bahwa setiap orang khususnya para pembesarnya dianggap bertanggung jawab atas nasib masyarakat,bertanggung jawab dalam mencegah segala bentuk penyimpangan dan dalam mengatasi ketimpangan sosial. Selain itu, amr bil ma’ruf (mengajak pada kebaikan) adalah tugas bersama dan salah satu dari hal baik yang terpenting adalah mendirikan pemerintahan Islam itu sendiri. Selain itu, setiap manusia juga memiliki hak untuk menentukan nasib mereka sendiri, sehingga “kedaulatan rakyat” merupakan salah satu manifestasi dari hak untuk menentukan nasib sendiri.

Terkait dengan masalah “demokrasi agama” dalam hal kebutuhan pemerintah dari dukungan rakyat, maka Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran berkata, “Tanpa dukungan rakyat, Pemerintah tidak akan punya pilihan lain selain menggunakan kekuatan dan penindasan. Dan karena penindasan tidak diperbolehkan dalam Islam, maka terwujudnya pemerintahan Islam dan kelanjutannya dapat terjadi hanya dengan dukungan dari rakyat”.

Imam Khamenei menekankan, "Dengan demikian, maka “demokrasi yang berlandaskan agama” dan “Republik Islam” adalah tujuan dari agama itu sendiri. Adapun terkait pendapat sebagian yang mengatakan bahwa Imam Khomaini (ra) mengambil demokrasi dari Barat adalah pernyataan yang tidak berdasar, karena beliau bukanlah seseorang yang rela melepaskan hukum Allah Swt hanya demi kepentingannya sendiri".

Rahbar Iran menambahkan, "Saat Imam Khomaini (ra) mengangkat permasalahan kewajiban jilbab di masyarakat, beberapa orang -termasuk beberapa kerabat beliau- telah menentangnya, akan tetapi beliau dengan tegas memilih untuk melaksanakan apa yang diperintahkan agama!"

Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran menekankan, “Imam Khomaini (ra) yang sangat agung -dengan melakukan inovasi keagamaan berdasarkan pengetahuan agama yang mendalam- telah berhasil membawa bangsa Iran -yang telah terbiasa hidup tertindas selama berabad-abad lamanya- untuk percaya pada kemampuannya dan melakukan pekerjaan besar seperti menggulingkan monarki millennium serta mampu bertahan dari Perang Delapan Tahun melawan Irak yang didukung penuh oleh semua kekuatan besar dunia kala itu.

Dengan menekankan pada dua kata dari Imam Khomaini (ra) yang menyebutkan dua kata "republik" dan "Islam" yang berarti "pemerintahan Islam" dan "pemerintahan rakyat" sebagai solusi untuk semua masalah, Imam Ali Khamenei mengatakan, “Setiap kali rakyat masih diikutsertakan dan standar Islam tetap dipatuhi, maka sejatinya kita telah mengalami kemajuan. Namun apabila salah satu dari keduanya tidak diperhatikan, maka sejatinya kita tidak mengalami kemajuan!”

Dengan mengisyaratkan pada sebuah contoh, Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran berkata, “Sebagai contoh apabila dalam bidang ekonomi, dulu kita memperhatikan produsen-produsen kecil dan menengah yang secara otomatis dapat membuka peluang dan kesempatan masyarakat di bidang produksi, maka tentu situasi ekonomi akan lebih baik dari sekarang!”

Beliau menambahkan, “Dengan demikian, apabila para pejabat pemerintah mematuhi batasan dan standar Islam dalam urusan dalam dan luar negeri, dan mengikutsertakan rakyatnya dalam mengelola pemerintahan, maka masalah akan terpecahkan."


Islam dan Demokrasi
Mengacu pada beberapa pernyataan Imam Khomeini (ra) tentang Islam dan demokrasi, Imam Khamenei menambahkan, "Dari sudut pandang Imam Khomeini (ra); Dari satu sisi, Islam anti terhadap eklektisisme, penindasan, kesombongan, korupsi dan keserakahan, anti dominasi Amerika dan intervensi asing, anti aristokrasi dan pembagian kasta, sementara dari sisi lainya, Islam juga "pro terhadap orang-orang tertindas dan para pencari keadilan".

Beliau juga mengomentari pandangan Imam Khomaini (ra) tentang demokrasi dan pemilu dengan mengatakan, “Imam Khomaini (ra) menganggap pemilu sebagai "kewajiban agama" dan mengatakan dalam wasiatnya bahwa "Tidak menghadiri pemilu pada waktu-waktu tertentu dapat digolongkan pada dosa besar" dan bahkan "Tidak mau tahu atau kurang berpartisipasi dalam pemilu, tentu memiliki pengaruh dan konsekuensinya dalam kehidupan duniawinya yang bahkan untuk generasi berikutnya, sehingga hal itu tentu akan dipertanggungjawabankan dihadapan Ilahi kelak."

Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam berkata, “Alhamdulillah setelah kepergian Imam Khoamini (ra), rakyat Iran masih tetap mempertahankan karunia Ilahi berupa “demokrasi agama” ini sehingga mampu berdiri teguh melawan konspirasi musuh-musuh yang terus berusaha untuk memisahkan rakyat dari sistem pemerintahan dan membuat mereka tidak percaya pada Islam dan demokrasi agama."

Imam Ali Khamenei menambahkan, "Sayangnya, sebagian orang justru mengulangi kata-kata musuh dengan literatur yang berbeda; terkadang ia berbicara tentang perlunya de-ideologisasi dan bergerak menuju demokrasi liberal, terkadang ia datang dengan seolah-olah merasa kasihan terhadap kesucian agama, dan beberapa dari mereka bahkan mengatakan bahwa norma-norma Islam tidak dapat digabungkan dengan demokrasi.”

Beliau menekankan, "Mereka yang mengulangi kata-kata ini sudah pasti tidak bersimpati kepada bangsa Iran yang tujuan mereka hanyalah merusak Islam dari akarnya!”

Dengan mengacu pada “konstitusi” dimana “Republik dan Islam” telah tercantum di dalamnya, Pemimpin Tertinggi Revolusi mengatakan, "Dalam konstitusi, salah satu syarat presiden adalah "Mampu berpolitik dan tentunya beragama” dan "Mampu menjaga kesalehan dan amanat”. Dengan demikian, hal itu berarti bahwa seorang presiden harus mengambil tindakan yang bijaksana dalam berpolitik dalam mengedepankan kepentingan rakyat, serta ia harus mampu membimbing dan menjaga agama rakyatnya sesuai dengan keyakinan mereka.


Partisipasi dalam PEMILU; Tawashau bil Haq
Di bagian lain pidatonya khususnya berkenaan dengan memanasnya isu-isu terkait dengan pemilu, beliau mengatakan, “Mengajak rakyat untuk tidak ikut berpartisipasi dalam pemilu dengan alasan palsu adalah sama saja dengan menaati perintah musuh. Dan apabila salah satu dari dua pilar “demokrasi” dan “agama” melemah, maka Islam dan Iran akan mengalami tamparan.”

Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran menambahkan, "Dikatakan bahwa beberapa orang enggan untuk berpartisipasi dalam pemilu lantaran tekanan dari mata pencaharian yang kita semua rasakan, atau ada yang mengatakan bahwa kami memilih seseorang di awal periode sebelumnya dengan sangat antusias namun sangat mengecewakan pada akhir periodenya, sehingga hal itu tentu menyebabkan keputusasaan sehingga dengan itu maka kami tidak akan lagi ikut pemilu. Tentu ini semua bukanlah sebuah argumen yang dapat dibenarkan dan seharusnya hal itu tidak membuat kita putus asa untuk ikut dalam pemilu.

Beliau menekankan, “Jika terjadi kekacauan, mismanajemen dan kelemahan dalam manajemen (pemerintahan), maka harus dikompensasikan dengan membuat pilihan yang baik, tepat dan (mampu) mengimplementasikan manajemen kerakyatan dan Islami, bukan lantas memboikot pemilu!”.

Imam Khamenei menekankan pentingnya memilih dan memperhatikan kinerja para kandidat dengan mengatakan, “Janji dan kata-kata saja tidaklah cukup, sama seperti dalam kasus perundingan nuklir yang sekarang sedang berlangsung yang mana kami selalu mengatakan kepada para pejabat untuk melihat tindakan apa yang telah mereka lakukan, karena janji dan kata-kata tidak bisa dipercaya".

Pemimpin Revolusi Iran mencontohkan, "Produktivitas tidak dapat dikenali dengan kata-kata, oleh karena itu, kita harus melihat apakah masa lalu dan kinerja para kandidat tersebut dapat meneguhkan janji-janji mereka atau tidak!?"

Beliau kemudian menyebutkan bebarapa pesan penting kepada para kandidat yang terhormat.

Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran menyarankan para kandidat untuk menahan diri dari membuat janji-janji yang mereka sendiri tidak yakin dapat memenuhinya, dengan mengatakan, “Jangan membuat janji tanpa dukungan implementasi praktis, karena janji seperti itu adalah dosa dan merugikan negara. Hal itu karena apabila janji tersebut tidak terpenuhi, maka rakyat akan kecewa dan putus asa terhadap pemilu dan juga pemerintahan Islam. Oleh karena itu, berikan janji-janji yang telah dikonfirmasi oleh para ahli.

Hal lain yang diharapan Imam Khamenei dari para kandidat adalah untuk selalu jujur ​​kepada rakyat dan membuat slogan-slogan yang mereka yakini sepenuhnya di dalam hati mereka. Terkait hal ini, beliau mengatakan, “Para kandidat harus jujur ​​kepada rakyat dan tidak meneriakkan slogan-slogan yang mereka sendiri tidak meyakininya!”

Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran menjelaskan bahwa mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu adalah tugas setiap orang, dengan mengatakan, "Setiap individu harus memiliki rasa tanggung jawab ini yaitu ia harus mengajak seluruh lapisan masyarakat -termasuk keluarga, teman, dan kenalan- untuk berpartisipasi dalam pemilu, karena hal ini adalah contoh nyata dari “tawashau bil haq (mengajak pada yang haq).”

Beliau menambahkan, “Harapan lain dari para kandidat adalah apabila mereka menang, mereka akan berkomitmen pada “keadilan sosial”, “mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin”, “memerangi korupsi tanpa pandang bulu”, “memperkuat produksi dalam negeri” dan “memerangi penyelundupan dan impor illegal yang dapat menghancurkan produksi dalam negri demi keuntungan segelintir orang saja."

Imam Khamenei menekankan, “Para kandidat harus mengambil posisi yang jelas tentang hal ini, sehingga apabila mereka tidak bertindak setelah pemilu, badan pemantau dapat mempertanyakan dan menegur mereka!”

Di akhir pidatonya, Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran memperingatkan masyarakat dari sisi agama dan hati nurani khususnya terkait dengan masalah yang muncul dalam diskualifikasi beberapa pendaftar dalam pemilu.

Beliau menunjukkan, “Dari beberapa orang yang didiskualifikasi, dilanggar haknya dan teraniaya dan mereka atau keluarga mereka -yang merupakan keluarga terhormat dan tak berdosa- dituduh dengan tuduhan yang yang salah. Dan memang dikemudian hari, terbukti bahwa semua itu adalah salah dan tidak sesuai kenyataan.

Dengan dipublikasikanya kasus-kasus ini di media-media masa dan kini telah menyebar di semua kalangan masyarakat, maka Imam Khamenei menekankan, "Menjaga kehormatan adalah salah satu hak asasi manusia yang paling tinggi. Untuk itu, permintaan saya kepada badan-badan otoritas yang bertanggung jawab dalam masalah ini untuk melaporkan kasus-kasus yang tidak benar ini dan mengembalikan harkat dan martabat anak atau kerabat seseorang yang telah tersebar tersebut!”

Beliau menambahkan, “Semoga Allah Swt melindungi kita dari tindak aniaya, menodai martabat orang mukmin dan pelanggaran tugas kita. Semoga Allah Swt mengumpulkan Imam Khomaini (ra) dengan para wali-Nya yang mulia. Dan semoga beliau dan juga para syuhada senantiasa rela terhadap apa yang kita lakukan dan semoga pemilu kali ini menjadi keberuntungan bagi rakyat Iran yang akan memukul para musuh secara telak. [HRS]

700 /